Blangpidie, Acehglobal — Sudah dua tahun berlalu sejak Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Barat Daya (Abdya) menyita lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) PT. Cemerlang Abadi (CA), namun hingga kini status hukum dan pengelolaan lahan tersebut masih belum jelas.

Publik semakin mempertanyakan keseriusan Kejari Abdya dalam menuntaskan kasus itu, terlebih karena nilai kerugian keuangan negara yang dipaparkan sebelumnya mencapai Rp10 triliun.

Ketua Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA), Miswar mengungkapkan bahwa meskipun lahan seluas 7.000 hektare itu sudah disita, PT CA masih melakukan panen dan replanting tanpa ada keterbukaan kepada publik.

“Kami menemukan indikasi bahwa aktivitas perkebunan tetap berjalan, tetapi tidak ada transparansi soal siapa yang mengelola dan ke mana hasil panen dibawa,” ujar Miswar, Senin (23/6/2025).

Menurut Miswar, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Abdya juga harus bertanggungjawab dengan pernyataannya yang akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat.

Dimana, lanjut Miswar, pada bulan 7 tahun 2024 lalu Kajari Abdya, Bima Yudha Asmara berjanji akan menetapkan tersangka dalam kasus PT. Cemerlang Abadi.

“Satu tahun yang lalu Kajari berjanji akan menetapkan tersangka dalam waktu dekat. Tapi hingga saat ini tidak ada kejelasan kasus PT. CA itu,” tutur Miswar.

Kata Miswar, dalam kasus PT. Cemerlang Abadi kejaksaan telah memeriksa lebih dari 100 saksi. Namun, hingga saat ini belum ada pengumuman status penyitaan dan belum penetapan tersangka.

Kejaksaan sebelumnya menyatakan bahwa penyidikan telah mencapai 70%, namun publik masih dibuat bertanya-tanya tentang siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian negara yang timbul akibat pengelolaan lahan secara ilegal.

“Sebelumnya jaksa pernah mengumumkan ke publik bahwa ada indikasi kerugian keuangan negara capai Rp10 triliun yang dilakukan PT CA karena beroperasi di lahan tanpa izin resmi dari pemerintah. Namun hingga kini, tidak ada langkah hukum yang jelas,” lanjut Miswar.

Jika kasus ini terus dibiarkan tanpa kepastian, sebut Miswar, Kejari Abdya bisa dianggap melakukan pembohongan publik terhadap masyarakat yang menuntut keadilan. Padahal sebelumnya, Kajari sudah menyampaikan bahwa ada indikasi kerugian negara besar yang harus diselesaikan.

“Jika penyelesaian kasus ini terus diundur tanpa kepastian, maka kredibilitas hukum di Kabupaten Abdya patut dipertanyakan,” pungkasnya. (*)

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp