Kegiatan utama setelah penyelesaian DED adalah pembebasan lahan warga baik untuk induk bendungan maupun kanal kanal dan genangan air, ketika itu menghabiskan anggaran Pembangun tahap awal sekitar miliran rupiah, dalam perjalanan waktu terhenti kegiatan di lapangan dan terkendala dengan masalah pembebasan lahan, dimana ada pemilik lahan tidak rela melepaskan haknya walaupun dibeli oleh pemerintah dengan harga sesuai yang berlaku di Kecamatan tersebut.
Karena pihak masyarakat menempuh proses hukum maka uang pemilik lahan dititip pada Pengadilan Negeri Lhoksukon, saat ini kondisi bangunan baru tersebut terbengkalai tidak dilanjutkan penyelesaiannya.
Pada tahun 2020 bangunan yang sempat direhab ringan kembali dihantam arus deras Krung Pase. Bendungan itu ambruk dan rusak parah tidak bisa direnovasi ringan melainkan harus direhab berat, hal itu diakibatkan oleh banjir pada akhir tahun 2020.
Pada akhir tahun 2020 ditangan Bupati Muhammad Thaib mengusulkan pembangunan kembali Bendungan bekas peninggalan belanda itu di lokasi lama.
Muhammad Thaib mampu mengajak Wamen Kementrian PUPR ke Lokasi bendungan, pada awal tahun 2021 pihak Kementrian PUPR melakukan surve dan melakukan pelelangan pada pertengahan tahun 2021 Proyek dimaksud dimenangkan oleh PT Rudi Jaya Jatim, mulai dikerjakan akhir Oktober 2021 dan pada Desember terkendala dengan banjir, demikian juga pada awal 2022 sering diterjang banjir, saat itu Wakil Bupati Aceh Utara Fauzi Yusuf juga sempat turun ke lapangan memantau progres pekerjaan.