Perdebatan tentang jumlah rakaat shalat tarawih sering muncul menjelang bulan Ramadhan. Ada yang berpendapat bahwa shalat tarawih 8 rakaat sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW, sedangkan yang lain mengatakan bahwa 20 rakaat lebih afdhal.

Berikut ini penjelasan Buya Yahya terkait perbedaan rakaat shalat tarawih seperti dilansir albahjah.or.id, Senin (11/3/2024).

Pertama-tama, Buya Yahya menegaskan perlu dicatat bahwa tidak ada keterangan yang pasti mengenai jumlah rakat Shalat Tarawih yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW.

Dalam riwayat hadis, tidak ditemukan informasi yang jelas mengenai jumlah rakat yang dilakukan oleh Nabi dalam melaksanakan Shalat Tarawih. Yang ada hanyalah informasi mengenai bilangan rakat Shalat Witir yang dilakukan oleh Nabi, yang antara 1 sampai 11 rakat.

Kemudian saat ini kita melihat terdapat perbedaan dalam pelaksanaan Shalat Tarawih. Apabila kita melihat pada zaman sahabat, Sayyidina Umar bin Khattab dan beberapa sahabat lainnya melaksanakan Shalat Tarawih dengan jumlah rakat 20.

Seiring waktu, kebiasaan ini turun temurun dan menjadi amalan umum di kalangan umat Islam, terutama dalam mazhab-mazhab empat yang umum dianut, yaitu Mazhab Hanafi, Mazhab Maliki, Mazhab Syafi’i, dan Mazhab Hanbali.

Buya Yahya ulama yang juga berperan sebagai pengasuh LPD Al Bahjah, berkata bahwa tidak ada khilaf mengenai jumlah rakaat taraweh diantara para imam ini , kecuali dalam mazhab Maliki.

Imam Malik, seorang ulama terkenal dari Madinah, mengamalkan jumlah rakat 36 dalam melaksanakan Shalat Tarawih, hal ini dilakukan untuk berlomba dalam kebaikan.

Ahli madinah melihat bahwa di Makkah orang-orang melakukan shalat taraweh 20 rakaat disertai dengan tawaf, maka karena di madinah tidak ada Ka’bah dan tentunya tidak bisa melakukan tawaf, mereka menambah jumlah rakaat taraweh menjadi 36 rakaat, seperti yang dijelaskan oleh As-Sayyid Muhammad As-Syathiri dalam Syarah Yaqut-nya sebagai berikut:

وَأَقَلُّ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَانِ، وَأَكْمَلُهَا عِشْرُوْنَ. وَقَالَ مَالِكٌ: سِتَةٌ وَثَلَاثُوْنَ وَهُوَ عَمَلُ أَهْلِ المَدِيْنَةِ، وَقَالُوا: إِنَّهُمْ أَرَادُوا مُسَاوَةَ أَهْلِ مَكَّةَ، لِأَنَّهُمْ يَطُوْفُوْنَ سَبْعًا بَيْنَ كُلِّ تَرْوِيْحَتَيْنِ، فَجَعَلَ أَهْلُ المَدِيْنَةِ مَكَانَ كُلِّ سَبْعٍ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ. شرح الياقوت النفيس

Artinya: “Paling sedikitnya rakaat Tarawih 2 rakaat, sedangkan yang paling sempurna 20 rakaat. Dan Imam Malik berkata: 36 rakaat dan itulah yang dilakukan Ahli Madinah, ulama’ Malikiyyah mengatakan: “Ahli Madinah berkehendak menyamakan ibadahnya dengan Ahli Makkah, sebab Ahli Makkah melakkukan thawaf tujuh kali putaran di antara dua tarwihan (dua istirahatan), kemudian Ahli Madinah menjadikan posisi setiap tujuh kali putaran dengan melakukan shalat 4 rakaat”. (Muhammad As-Syathiri, Syarah Al-Yaqut An-Nafis, hal. 194).

Jadi , menurut Buya Yahya, kalau kita mau memilih bilangan rakaat tarawih, sebenarnya antara 20 dan 36 rakaat. Namun, perlu diingat bahwa baik jumlah rakat 20 , 36 ataupun 8 rakaat ini bukanlah jumlah yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal ini diakui oleh para ulama.

Menurut beberapa ulama, jumlah rakat 20 dipilih sebagai upaya untuk mengikuti amalan sahabat,para Khulafa terutama Umar bin Khattab, yang dianggap sebagai salah satu sahabat yang paling bijaksana dan diberikan gelar “Al-Faruq” yang berarti “Pembeda antara yang benar dan yang salah”.

Alasan mengapa Umar bin Khattab memilih jumlah rakat 20 dalam melaksanakan Shalat Tarawih tidak diketahui dengan pasti. Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa Umar bin Khattab ingin menjaga persatuan umat Islam dan menghindari perbedaan dalam ibadah ini.

Ia melihat bahwa sahabat lainnya melaksanakan Shalat Tarawih dengan jumlah rakat yang berbeda-beda, sehingga ia memilih jumlah rakat 20 agar umat Islam bisa bersatu dalam melaksanakan Shalat Tarawih.

Buya Yahya menegaskan kembali bahwa dalam sejarah, nabi Muhammad SAW sendiri tidak mengatur secara pasti bilangan rakaat dalam shalat tarawih. Beliau melakukan shalat tarawih dengan berbagai variasi bilangan rakaat, mulai dari 8, 11, 13, hingga 20 rakaat.

Oleh karena itu, baik shalat tarawih 8 rakaat maupun 20 rakaat sama-sama merupakan bentuk pelaksanaan sunnah nabi, bukan dari jumlah bilangan rakaatnya, melainkan dari sisi melaksanakan qiyamul lail dalam malam-malam Ramadan.

Lalu mengapa para ulama lebih cenderung pada bilangan 20 rakaat? Salah satu alasan utamanya adalah karena para sahabat nabi, khususnya Umar bin Khattab, melaksanakan shalat tarawih dengan bilangan 20 rakaat.

Jadi ketika kita melakukan shalat taraweh baik itu 8 rakaat atau 20 rakaat, kita sama sama telah melakukan sunnah nabi yaitu melakukan shalat taraweh, menghidupkan malam malam ramadhan dengan qiyamul lail.

Namun, jika kita memilih melaksanakan taraweh dengan 20 rakaat, artinya kita juga telah mengikuti jumlah rakaat yang dilakukan oleh para sahabat , oleh para khulafa. Bukankah nabi bersabda :

فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ

“Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian.

Terakhir, Buya Yahya menghimbau agar hal hal seperti ini tidak perlu diributkan, bukankah baik yang menjalankan taraweh 8 rakaat maupun 20 rakaat sama sama mengamalkan sunnah nabi, yaitu melaksanakan shalat taraweh, menghidupkan malam malam di bulan ramadhan dengan qiyamul lail? (*)