Banda Aceh, Acehglobal — Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, menggugat Gubernur Aceh ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, karena menolak menandatangani rekomendasi persetujuan terhadap Term & Condition yang telah disepakati oleh Pertamina EP, BPMA dan SKK Migas kepada Menteri ESDM.
Gugatan tersebut, didaftarkan pada Jum’at (9/8/2024), dengan Nomor register: PTUN BNA-09082024DUF, Perkara Gugatan, melalui pesan otomatis Kepada Safaruddin dengan Layanan e-Court Perihal Pendaftaran Perkara 32/G/TF/2024/PTUN.BNA.
Dalam Term & Condition tersebut PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai subholding hulu Pertamina menyepakati pengelolaan Area Rantau Wilayah Aceh dilakukan oleh PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Aceh Darussalam dengan menggunakan Term & Condition eksisting sebagaimana yang telah berlaku di Wilayah Kerja Pertamina EP, dibawah pengelolaan BPMA setelah masa Carved Out.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengeluarkan surat persetujuan alih kelola sebagian Wilayah Kerja Pertamina EP di Wilayah Aceh melalui mekanisme Carved Out, dengan Nomor T-463/MG.04/MEM.M/2023 hal Pengalihan Pengelolaan sebagian Wilayah Kerja Pertamina EP di Wilayah Aceh kepada Badan Pengelola Migas Aceh, dan tindak lanjut dari surat tersebut adalah diperlukan rekomendasi dari Pemerintah Aceh setuju atas Term & Condition tersebut, dan persetujuan inilah yang ditolak oleh Gubernur Aceh saat ini, Bustami.
“Menteri ESDM telah menyetujui pengalihan kontrak migas dari SKK Migas ke BPMA sesuai dengan PP 23 tahun 2015 dengan Term & Condition yang telah disepakati oleh Pertamina, SKK Migas dan BPMA, dan sebagai tindak lanjut tersebut ke Menteri ESDM diperlukan persetujuan Pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur untuk menyetujui Term & Condition tersebut, dan ini ditolak oleh Gubernur sampai saat ini,” terang Safar.
Sebelumnya, YARA telah mengajukan somasi kepada Gubernur untuk menandatangani Term & Condition yang disusun oleh SKK Migas, Pertamina dan BPMA, namun tidak ditanggapi.
Setelah itu, lanjut Safaruddin, diajukan keberatan dan sampai banding administratif ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, tidak juga ditandatangani persetujuan tersebut sampai akhirnya diajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh karena dianggap perbuatan/tindakan Gubernur yang menolak menandatangi persetujuan Term & Condition tersebut merupakan perbuatan melanggar hukum yang berakibat Aceh kehilangan informasi tentang pendapatan hasil migas di kedua blok tersebut.
“Kami telah menyurati Gubernur Aceh, somasi, keberatan sampai upaya banding administratif ke Menteri Dalam Negeri agar Gubernur segera menandatangai Term & Condition alih kelola blok migas Aceh di Rantau Kuala Simpang dan Peulreulak, karena selamakin lama ditandatangani maka Aceh berpotensi akan kehilangan informasi pendapatan hasil migas di dua blok tersebut,” kata Safar.
“Menyatakan bahwa tindakan Tergugat merupakan Perbuatan Melanggar Hukum jika tidak memberikan persetujuan atas rekomendasi terhadap Term & Condition yang telah disepakati oleh Pertamina EP, BPMA dan SKK Migas kepada Menteri ESDM, dan memerintahkan Tergugat untuk segera menandatangani surat persetujuan atas rekomendasi terhadap Term & Condition yang telah disepakati oleh Pertamina EP, BPMA dan SKK Migas kepada Menteri ESDM untuk segera ditetepkan sebagai Wilayah Kerja Rantau hasil Carved Out,” demikian permintaan YARA kepada Ketua PTUN Banda Aceh dalam gugatannya.(*)