Jantho, Acehglobal – Kepala Perwakilan Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Aceh Besar, M. Nur, meminta Penjabat (Pj) Bupati Aceh Besar untuk turut bertanggung jawab atas insiden meninggalnya M. Yudi Ardiansyah (10), seorang siswa sekolah dasar, yang tenggelam di bekas galian C di Gampong Neuheun, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Rabu (18/9/2024).
Korban diduga kehilangan nyawanya setelah terjatuh di area bekas galian C yang terletak di kawasan Gampong Neuheun tersebut. Insiden ini bukan yang pertama, karena sudah ada laporan dua kejadian serupa di lokasi yang sama.
Terkait kejadian tersebut, YARA Aceh Besar menyoroti tanggung jawab pemerintah daerah. Meskipun Pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Galian C merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi Aceh, pemberian izin tersebut tetap memerlukan rekomendasi berjenjang dari pemerintah kabupaten, kecamatan, hingga gampong. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
M. Nur menegaskan, sebagai pemilik wilayah, Pemkab Aceh Besar memiliki kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap aktivitas pertambangan, termasuk memastikan reklamasi bekas galian dilakukan sesuai aturan.
“Pemkab Aceh Besar harus bertanggung jawab atas kematian M. Yudi Ardiansyah. Ini sudah menjadi kasus ketiga anak tenggelam di bekas galian C tersebut,” kata M. Nur dalam rilisnya, Minggu (22/9/2024).
Ia menambahkan, meskipun izin pertambangan dikeluarkan oleh pemerintah provinsi, prosesnya tetap melalui rekomendasi berjenjang dari pemerintah setempat.
“Sebagai pemberi rekomendasi, pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memantau kewajiban pemegang izin, termasuk reklamasi bekas galian,” tegasnya.
Lebih lanjut, YARA juga meminta Kepolisian segera mengusut tuntas kasus ini dengan menetapkan tersangka, baik dari pihak pemilik galian C maupun pihak-pihak yang terlibat dalam operasional tambang tersebut.
Menurut M. Nur, data pemilik galian C seharusnya mudah ditemukan, mengingat izin pertambangan ini dikeluarkan berdasarkan data yang tercatat di Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Aceh. Pemerintah gampong, kecamatan, hingga kabupaten juga terlibat dalam pemberian rekomendasi.
Ia juga menyebutkan, berdasarkan data yang ada, izin tambang di lokasi kejadian telah berakhir pada 14 Oktober 2022, namun bekas galian belum direklamasi.
“Tidak sulit mencari pemilik galian ini. Data lengkap ada di tangan pemerintah dari tingkat gampong, camat, hingga bupati. Dinas ESDM juga mengetahui karena terlibat dalam proses izin. Pemilik galian yang lalai melakukan reklamasi harus ditindak sesuai hukum,” tegas M. Nur.
YARA menegaskan bahwa langkah tegas diperlukan agar kasus serupa tidak terulang lagi, mengingat potensi bahaya yang terus mengintai di bekas galian yang tidak direklamasi tersebut. (Ril)