Hefrizal melanjutkan, bahwa periode mempertahankan kestabilan jumlah Dana Otsus, direkomendasikan paling tidak hingga 20 puluh tahun ke depan, namun perlu dikaitkan dengan upaya Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Aceh untuk optimalisasi sumber pendanaan dari PAD, ZIS, dan lainnya.
Kemudian, jika belum memungkinkan untuk melakukan revisi/amandemen terhadap UU 11/2006 karena keterbatasan waktu, perlu disediakan alternatif kebijakan untuk kompensasi penurunan Dana Otsus di tahun 2023 melalui mekanisme Undang-Undang APBN 2023. Dengan kata lain, sambil menunggu amandemen UU 11/2006, perlu disediakan format alternatif dalam mendukung kestabilan pendanaan bagi Pemerintah Aceh, antara lain melalui Afirmatif Spesifik Grant (DAK Afirmasi), ataupun melalui peningkatan belanja Kementerian/Lembaga (K/L). Alternatif kompensasi melalui mekanisme peningkatan belanja K/L di Aceh dapat difokuskan untuk mendukung pembangunan infrastruktur pelayanan publik, serta untuk pemberdayaan perekonomian rakyat melalui penyediaan kredit usaha rakyat (bersubsidi) dan pendampingan bagi UMKM.
Lebih lanjut, ia menyebutkan rekomendasi untuk memperkuat program di bidang ekonomi dengan strategi, Peningkatan/pertumbuhan peran dunia usaha/swasta, yang akan sangat bergantung kepada iklim investasi/berusaha di Aceh. Berbagai insentif untuk peningkatan peran dunia usaha perlu disiapkan di Aceh oleh berbagi level Pemerintahan sesuai kewenangan.
Tidak kalah pentingnya adalah mendorong tumbuh kembangnya UMKM di Aceh melalui program pemberdayaan yang masif dan terpadu serta penyediaan skema pembiayaan melalui lembaga keuangan syariah (tidak dengan label dana pemerintah).