Sementara itu, lanjut Razali, keterlibatan DPRK dalam rekruitmen MPD juga patut dipertanyakan, karena di dalam PKPU 20 tahun 2018 pasal 7 huruf (n) disebutkan, bersedia untuk tidak merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan/atau karyawan pada Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, atau badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
“Penjelasan pasal 7 huruf (n) alinea terakhir yang berbunyi badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara, saya rasa mengikat semua kegiatan atau jabatan di pemerintahan yang sumber pembiayaan dari keuangan negara, tidak kecuali menjadi pengurus MPD,” jelasnya.
Menurutnya, proses seleksi pengurus MPD ini, maka masyarakat Aceh Utara bisa menilai apakah eksekutif mengelola Aceh Utara menganut sistem Good government governance atau sebaliknya.
Salah satu fungsi MPD adalah memberi pertimbangan, tentunya pertimbangan tersebut disampaikan kepada Ekselutif didalamnya termasuk Sekda, asisten, Kadis dan juga kepada DPRK melalui Komisi V yang merupakan mitra kerja MPD.
“Menyo awaknyoe kheun nyoe lagei jeruk makan jeruk,” sebut politisi Partai Aceh itu dengan bahasa Aceh.
Pasal 8 Qanun 5 tahun 2009 Fungsi pemberi pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b, dilakukan dengan memberi masukan , pendapat, saran, dan rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten dan/atau DPRK dalam menyelenggarakan kebijakan dan strategi pendidikan.
Abu Lapang meminta Pj Bupati Aceh Utara untuk bersikap tegas terhadap calon-calon baik berasal dari unsur eksekutif maupun unsur legislatif sehingga pengurus MPD yang terbentuk nantinya betul-betul profesional dan memiliki kecukupan waktu untuk memberi pemikiran terbaik untuk kemajuan pendidikan Aceh Utara.
“Bukan sekedar bagi orang-orang terdekat sehingga tertutup kesempatan kepada putra-putri terbaik Aceh Utara di luar pemerintah,” pungkasnya. (*)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp