Blangpidie, AcehGlobalNews – Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), Venny Kurnia, meminta agar para kepala desa (Keuchik) di wilayah itu mengimbau masyarakatnya untuk tidak merayakan malam tahun baru 2023.
“Perayaan tahun baru menurut penanggalan Masehi tidak sesuai dengan syariat Islam. Oleh karena itu, kami meminta kepada seluruh Keuchik di Abdya untuk menghimbau masyarakatnya agar tidak merayakan malam tahun baru, melainkan berdoa sambil menunggu tahun baru 2023 tiba,” kata Venny kepada wartawan, Sabtu (31/12/2022) di Blangpidie.
Menurut Venny, lebih penting bagi umat Islam untuk merayakan Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Hijriyah ketimbang Tahun Baru Masehi. “Perayaan Tahun Baru Masehi bukan bagian dari ajaran Islam,” sebutnya.
Venny juga menjelaskan, Tahun Baru Islam atau Tahun Baru Hijriah merupakan hari penting bagi umat Islam, menandai hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah.
Peristiwa bersejarah ini terjadi pada hari pertama bulan Muharram dalam penanggalan Hijriah. Namun, penanggalan Hijriyah didasarkan pada tahun hijrahnya Nabi dari Mekkah ke Madinah.
Kata Venny, perayaan Tahun Baru Masehi merupakan bagian dari ritual atau ibadah dalam agama non-muslim, apalagi ikut-ikutan membunyikan terompet dan petasan kembang api pada malam itu.
“Mengapa kita harus merayakan Tahun Baru orang lain, sementara banyak dari kita sendiri yang terkadang melupakan Tahun Baru kita sendiri sebagai umat Islam? Kalau kita merayakan Tahun Baru Masehi, sama saja dengan menghitung tahun sejak kelahiran Yesus Kristus,” tuturnya. (*)