Kali ini, Nabi Musa langsung memetik tanaman obat tersebut dan meletakkan di giginya yang sakit. Ia melakukan itu tentu karena tahu bahwa sebelumnya tanaman obat ini berkhasiat bisa menyembuhkan sakit gigi.
Ternyata, tanaman obat yang sebelumnya berhasil menyembuhkan sakit giginya tidak lagi memberikan kesembuhan. Bahkan sakit giginya makin bertambah parah.
Kemudian Nabi Musa langsung mengadu dan berdoa kepada Allah.
“Ya Allah bukankah kemarin Engkau memerintahkan dan menunjukkanku dengan tanaman tersebut untuk mengobati sakit gigiku?” ucap Nabi Musa.
Allah kemudian berfirman:
“Ya Musa, Aku adalah Dzat yang memberi kesembuhan, Dzat yang memberikan kesehatan, Dzat yang memberikan bahaya, Dzat yang memberikan manfaat. Pada sakit pertama kamu datang menghadap kepada-Ku maka Aku hilangkan penyakitmu. Kali ini, kamu tidak datang kepada-Ku tapi kamu datang kepada tanaman obat itu.”
Nabi Musa menyadari bahwa kesembuhan sejati datang dari Allah, bukan hanya dari tanaman obat. Dalam keputusasaan, Nabi Musa meminta pertolongan kepada Allah, yang menjelaskan bahwa kesembuhan sejati hanya datang dari-Nya.
Dari kisah ini, kita dapat mengambil beberapa hikmah.
Pertama, Allah memiliki kekuasaan mutlak untuk menentukan nasib dan kesembuhan seseorang. Kedua, sebagai makhluk Allah, manusia harus memohon kesembuhan kepada-Nya dalam segala kondisi.
Meskipun melakukan upaya lahiriah seperti pengobatan, manusia harus meyakini bahwa kesembuhan sejati hanya berasal dari Allah.
Kisah Nabi Musa ini mengingatkan kita akan kebesaran dan kekuasaan Allah dalam mengatur segala sesuatu di alam semesta.