Oleh : H. Roni Haldi, Lc
Kepala KUA Susoh dan Ketua PC APRI Abdya

Lebaran atau Idul Fitri selalu menjadi momen yang dinanti-nanti. Gemerlap baju baru, lezatnya opor ayam, dan meriahnya tradisi berkumpul bersama keluarga sering kali menjadi pusat perhatian. Namun, jika kita hanya melihat Lebaran dari sisi perayaannya, kita mungkin kehilangan esensi paling berharga dari hari yang suci ini.

Lebaran bukan sekadar soal perayaan fisik, tetapi tentang perjalanan spiritual dan makna mendalam yang menyertainya. Ini adalah waktu untuk kembali ke fitrah, memperbaiki hubungan, dan mengukuhkan komitmen kita kepada Allah SWT.

Inti dari Idul Fitri

Kata “fitri” berasal dari akar kata yang berarti suci atau kembali ke keadaan asal. Hari raya ini mengingatkan kita bahwa tujuan utama Ramadhan adalah membersihkan hati dan memperbarui iman. Setelah sebulan penuh melatih diri, Idul Fitri menjadi simbol kemenangan jiwa atas hawa nafsu.

Allah berfirman: “Sungguh beruntung orang yang membersihkan dirinya (dengan beriman dan beramal saleh).” (QS. Asy-Syams: 9)

Idul Fitri adalah momen ketika kita merayakan kesucian jiwa yang telah diusahakan sepanjang Ramadhan. Tetapi kesucian ini tidak hanya dimaksudkan untuk satu hari—itu adalah awal dari perjalanan hidup yang lebih baik.

Lebaran dan Hubungan Sosial

Di tengah tradisi bersilaturahmi, Lebaran adalah kesempatan untuk memperbaiki hubungan yang mungkin pernah renggang. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak halal bagi seorang Muslim untuk mendiamkan saudaranya lebih dari tiga hari. Barang siapa yang meninggalkan saudaranya selama lebih dari tiga hari, kemudian ia meninggal dunia, maka ia masuk neraka.” (HR. Abu Dawud).

Momentum Idul Fitri seharusnya menjadi ajakan bagi kita untuk meminta maaf dan memberi maaf. Jangan biarkan ego menghalangi kita untuk memperbaiki hubungan dengan orang lain. Ucapkan maaf dengan tulus, bukan sekadar formalitas.

Kesederhanaan yang Sarat Makna

Merayakan Lebaran tidak harus melibatkan kemewahan. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa kesederhanaan adalah bagian dari iman. Yang terpenting adalah kebersamaan, kasih sayang, dan kehangatan yang terjalin dengan keluarga dan orang-orang terdekat.

Jika kita terlalu fokus pada aspek materi, seperti baju baru atau makanan istimewa, kita bisa kehilangan makna spiritual Idul Fitri. Ingatlah bahwa kebahagiaan sejati datang dari hati yang bersih dan hubungan yang harmonis.

Lebaran Sebagai Refleksi

Lebaran juga adalah waktu untuk merenungkan apa yang telah kita capai selama Ramadhan. Apakah ibadah kita cukup tulus? Apakah kita sudah memperbaiki diri? Apa kebiasaan baik yang ingin kita teruskan?

Mari jadikan Idul Fitri sebagai momentum untuk meneguhkan niat dan memperkuat komitmen kepada Allah SWT. Seperti doa yang sering kita panjatkan:
“Ya Allah, tetapkanlah hati kami di jalan-Mu setelah Engkau memberikan hidayah kepada kami.”

Lebaran lebih dari sekadar perayaan. Ini adalah puncak dari perjalanan spiritual Ramadhan dan awal dari kehidupan yang lebih bermakna. Sambut Idul Fitri dengan hati yang tulus, jiwa yang bersih, dan semangat untuk terus melangkah di jalan kebaikan.

Semoga Lebaran kali ini bukan hanya menjadi momen bahagia, tetapi juga momen yang penuh keberkahan dan mendekatkan kita kepada Allah. Selamat Idul Fitri, semoga kita benar-benar kembali ke fitrah, bukan hanya dalam ucapan, tetapi juga dalam tindakan.***

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp