“Saya tidak punya suami, suami saya sudah kawin lagi. Kami tidak memiliki harta, yang ada hanya anak tiga orang. Ketiga-tiganya masih bersekolah,” tambah Eka dengan air mata yang bercucuran.

Sehari-harinya, Eka berkerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan pokok rumah tangga. Di desa dia hanya menerima bantuan BLT Dana Desa yang diberikan Rp 300.000 per bulan oleh pemerintah desa Lhung Baroe.

“Apa saja mau saya kerjakan untuk memenuhi kebutuhan hidup anak saya, asalkan halal, seperti menyapu rumah tetangga, mencuci pakaian tetangga hingga memanen padi ‘ciding’ (padi yang tumbuh lagi usai panen) sawah orang lain,” imbuhnya.

Atap rumah gubuk yang ditempati Eka juga kerap bocor. Untuk menyewa rumah ia mengaku tak punya uang. Eka telah diceraikan suaminya (NS) pada tahun 2015 lalu. Sewaktu ada suami, ia mengaku saat itu masih sewa-sewa rumah.

“Harapan saya kepada pemerintah, kami bisa dibantu rumah yang layak huni. Tinggal di tempat bekas kandang ayam, anak saya sering minder di ejek oleh teman-temannya dipanggil anak ayam KUB. Meski demikian, saya tetap kasih semangat pada mereka agar jangan minder dan tetap mau bersekolah,” jelas Eka dengan nada sedih.

Tampak dari belakang dan samping rumah gubuk yang ditempati Eka dan anak-anaknya. Foto: Acehglobal/M. Nasir.

Untuk diketahui, mendapat informasi tersebut pihak Baitul Mal Abdya telah terjun langsung ke lokasi rumah yang ditempati Eka dan anak-anaknya di Desa Lhung Baroe, Kecamatan Manggeng, Abdya.