Blangpidie, Acehglobal — Ketua Yayasan Supremasi Keadilan Aceh (SaKA), Miswar, SH, mengecam keras keputusan hakim PN Meulaboh, Aceh Barat yang hanya menjatuhkan hukuman 14 bulan penjara dan denda Rp35 juta kepada pelaku penyelundupan imigran Rohingya.
Menurut aktivis SaKA, putusan ini sangat tidak mencerminkan keadilan dan menimbulkan banyak pertanyaan mengenai integritas proses hukum yang berlangsung.
“Putusan hakim PN Meulaboh ini seperti tidak ada keadilan. Kasus besar penyelundupan imigran ilegal antar negara diperlakukan seolah-olah remeh. Ada apa di balik ini?”ada apa dengan putusan tersebut,” kata Miswar kepada wartawan, Senin (21/10/2024).
Miswar menyoroti adanya dugaan kuat bahwa kasus penyelundupan imigran ilegal di Labuhan Haji, Aceh Selatan, terkait erat dengan kasus imigran Rohingya di Meulaboh, Aceh Barat.
Indikasi ini muncul dari pola dan tempat domisili pelaku yang berada di kawasan yang sama dalam kedua kasus tersebut.
Menurutnya, ada pola yang mencurigakan yang menunjukkan bahwa jaringan penyelundupan ini lebih luas dan terorganisir daripada yang terlihat di permukaan.
Pada 3 September 2024, kata Miswar, Hakim PN Meulaboh memutuskan hukuman bagi empat pelaku yang terlibat dalam kasus penyuludupan imigran ilegal, yaitu EP, HM, MT, dan HS. Mereka merupakan warga Kabupaten Abdya dan Aceh Selatan.
HS dijatuhi hukuman oleh hakim 14 bulan penjara dan denda Rp35 juta, sementara kawan-kawanya EP, HM, dan MT masing-masing dijatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp15 juta.
Keputusan ini dianggap oleh Miswar sangat ringan mengingat beratnya pelanggaran yang dilakukan.
“Ini sangat mencurigakan. Seharusnya mereka dihukum lebih dari lima tahun karena terbukti menyelundupkan imigran ilegal ke Indonesia tanpa dokumen sah dan tidak melalui pemeriksaan imigrasi,”
Ia menambahkan bahwa hukuman yang dijatuhkan tidak sebanding dengan dampak sosial dan keamanan yang ditimbulkan oleh tindakan penyelundupan ini.
Menurut Miswar, pelaku seharusnya dijerat dengan Pasal 120 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan Pasal 55 Ayat (1) KUHP, yang mengancam pidana minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun penjara.
Ia menegaskan bahwa penerapan hukum yang tegas dan adil sangat penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Informasi dari SaKA juga mengungkap bahwa HS sebelumnya pernah dipenjara di Sumatera Utara, dengan kasus serupa. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa HS adalah bagian dari jaringan penyelundupan yang lebih besar dan terorganisir.
SaKA mendesak pihak berwenang untuk melakukan investigasi mendalam terhadap proses hukum yang berlangsung dan memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan di Indonesia.
Miswar juga mengajak seluruh lapisan masyarakat di Aceh untuk lebih kritis dan aktif dalam mengawasi proses hukum yang berlangsung di Tanah Air tercinta ini.
SaKA menduga kasus ini ada kaitan berat antara pelaku yang sudah ditangkap dan pelaku yang sudah di putuskan bersalah oleh PN Melaboh,
SaKA mendesak aparat penegak hukum untuk memeriksa tiga terpidana yang diputuskan oleh PN melaboh
Kami juga meminta partisipasi aktif masyarakat sangat penting untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil dan transparan.
SaKA berharap bahwa dengan adanya tekanan dari masyarakat, pihak berwenang akan lebih serius dalam menangani kasus-kasus penyelundupan imigran ilegal dan memastikan bahwa pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal.(*)