Oleh: Ikhwanul Muslim, S.Pd., M.Pd.
Apakah saudara masih ingat siapa yang paling cerdas saat berada di sekolah lanjutan atas atau disaat kuliah dulu? Apakah mereka saat ini masih cerdas seperti dulu? Kemudian apakah kita masih ingat salah seorang kawan kita yang saat SMA biasa-biasa saja pretasinya, namun disaat kuliah menjadi sangat meningkat?
Saat kita membayangkan seseorang itu cerdas di dalam kelas, yang terlintas dalam benak kita adalah mereka yang bisa menjawab dengan cepat pertanyaan guru, ataupun yang dapat menyelesaikan tugas yang diberikan guru disaat teman-teman lain dalam satu kelas masih mencoba memahami soal.
Anak cerdas yang juga seperti kawan-kawan kita sewaktu kita sekolah dulu nampaknya hanya orang-orang itu saja, dan jumlahnya tidak banyak. Benarkah demikian? Maka tulisan ini mencoba membahas bagaimana kecerdasan itu sebenarnya.
Sebuah buku berjudul self theories karya Carol S. Dweck, Ph.d. merupakan salah satu buku yang tepat untuk membahas masalah ini. Buku tersebut menyajikan rangkaian penelitian penulis selama 30 tahun yang dapat memberikan pemahaman kepada kita tentang apa dan bagaimana kecerdasan itu.
Dweck mengatakan bahwa manusia mengembangkan kepercayaan yang mengatur dunia mereka dan memberi makna pada pengalaman mereka. Dia kemudian mengungkapkan bagaimana kepercayaan orang-orang terhadap diri mereka sendiri (self-theories atau teori diri mereka) bisa menciptakan dunia-dunia psikologis yang berbeda-beda, memandu mereka untuk berfikir, merasa dan bertindak secara berbeda dalam situasi-situasi identik.
Teori Kecerdasan
Dweck mengelompokkan teori kecerdasan menjadi dua, yaitu: teori kecerdasan tetap (teori entitas) dan teori kecerdasan berubah (teori inkremental). Kedua teori ini dapat mengakibatkan cara pandang yang sangat berbeda sehingga berdampak pada cara anak untuk belajar.
Dalam penjelasannya Dweck menyebutkan beberapa orang memercayai kecerdasan adalah suatu kualitas yang tetap. Kecerdasan memiliki tingkat tertentu dan itu saja. Dia menyebut ini “teori entitas” kecerdasan, karena kecerdasan digambarkan sebagai suatu entitas yang tersimpan di dalam diri kita, dan kita tidak bisa mengubahnya.
Sedangkan bagi menganut teori kecerdasan berubah menganggap kecerdasan bukan suatu kualitas tetap yang mereka miliki begitu saja, tetapi sesuatu yang bisa ditingkatkan melalui pembelajaran. Dweck menyebut ini sebagai “teori inkremental” kecerdasan, sebab kecerdasan digambarkan sebagai sesuatu yang bisa meningkat karena usaha seseorang.
Implikasi pengadosian teori kecerdasan tetap
Dua pandangan teori kecerdasan ini sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah. Terutama bagi guru dan siswa yang merupakan ujung tombak utama pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru yang menganggap kecerdasan siswa adalah tetap, akan berdampak terhadap keyakinannya dalam menyusun dan melakukan pembelajaran kepada siswa.
Guru akan memberi label ini siswa cerdas, ini siswa bodoh meskipun tidak disampaikan secara ekplisit. Disamping itu guru tidak akan kreatif dalam menghadirkan pengalaman pembelajaran yang mempunyai tingkat kesulitan yang beragam, dikarenakan takut siswa tidak bisa memahaminya.
Sedangkan bagi siswa dengan memercayai kecerdasan tetap maka siswa yang merasa pintar, akan sangat takut apabila kecerdasannya diuji. Sehingga apabila dihadapkan dengan persoalan yang sulit, maka siswa tersebut akan menghindar demi menyelamatkan gengsinya karena dia adalah siswa yang cerdas.
Bagi siswa yang merasa diri bodoh, maka pengadopsian pandangan ini akan menjerumuskan mereka untuk tidak tertarik dalam belajar. Hal ini dikarenakan mereka percaya bahwa kemampuan mereka tidak akan berubah meski sudah mengerahkan kemampuan maksimal dalam belajar.
Dari penjelasan dua pandangan teori kecerdasan diatas maka kiranya kita dapat memberikan beberapa solusi sebagai berikut:
Untuk Pemerintah
Pemerintah dapat memasukkan berbagai macam program yang dapat menyentuh secara langsung proses belajar yang menghadirkan motivasi dalam diri siswa bahwa kecerdasan siswa dapat berubah. Pemerintah melalui Dinas Pendidikan dapat melakukan perencanaan penganggaran terutama dalam renstra beserta renja yang dapat menjamin terlaksananya kegiatan tersebut. Sehingga akhirnya dapat menghadirkan pelatihan yang mengarah dalam paradigma growth mindset.
Untuk manajemen sekolah
Manajemen sekolah terutama kepala sekolah dapat adaptif dengan berbagai perkembangan pendidikan terbaru, terutama terkait dengan pengembangan potensi kecerdasan anak. Sekolah harus menyediakan pelatihan secara teknis, serta ruang bagi guru untuk menerapkan berbagai macam pendekatan, strategi, model dan metode pembelajaran yang senafas dengan paradigma teori kecerdasan berubah.
Untuk guru
Guru harus terus mengembangkan berbagai macam pendekatan, strategi, model maupun ,metode yang dapat mengantarkan anak secara teknis ke level pembelajaran yang meningkat dan menyenangkan. Sehingga siswa mempunyai pola pikir yang dapat tumbuh dan berkembang.
Membimbing siswa agar mampu meyakinkan diri sendiri bahwa dia mampu melewati pembelajaran sesulit apapun pembelajaran yang dipelajari. Sehingga diharapkan siswa mempunyai sikap yang senang menghadapi tantangan dan juga mau membantu dan berbagi berbagai pencapaiannya dengan siswa lain.
Untuk orang tua
Peran orang tua sangat strategis dalam menyiapkan iklim pembelajaran bagi anak. Kita ketahui sebagian besar waktu anak dihabiskan di rumah. Orang tua harus paham bahwa tidak ada pembelajaran yang instan. Orang tua harus sabar dan terus memberi motivasi disaat anak mengalami kemunduran prestasi. Berbagai macam kata-kata dan sikap orang tua yang menenangkan menjadi modal secara psikologis dalam belajar.
Untuk siswa
Siswa harus mampu kita bimbing untuk percaya diri bahwa semua orang bisa berkembang sesuai dengan potensi masing-masing. Sehingga setiap siswa dapat mematri semangat yang membaja dalam diri masing-masing untuk berproses dalam mencapai cita-cita.
Dengan menganut teori kecerdasan berubah, diharapkan siswa mempunyai sikap dan keyakinan bahwa dia mampu menghadapi pembelajaran meskipun materinya terasa sulit. Pantang menyerah serta bersahabat dengan kegagalan. Kegagalan bukanlah akhir, namun adalah awal untuk terus mencoba.
Kisah Thomas Alva Edison
Sebuah kisah yang sangat masyur tentang Thomas Alva Edison mengingatkan kita bagaimana seharusnya pembelajaran dilakukan. Pada suatu hari Ibunda edison kecil menerima surat dari sekolah. Setelah membaca surat tersebut, Ibunya mengambil langkah untuk membimbing Edison secara mandiri.
Dari kisah tersebut kita mengetahui isi surat tersebut mengatakan bahwa sekolah tidak bisa mengajar Edison dikarenakan berbagai macam alasan. Seorang yang ditolak oleh sekolah ternyata kemudian hari memberi kontribusi bagi dunia dengan menemukan bola lampu yang prinsipnya hingga kini masih kita pakai.
Semoga sekolah beserta seluruh ekosistem yang mendukungnya dapat memberikan ruang bagi siswa untuk mengembangkan kecerdasannya. Menumbuhkan semangat dan motivasi dalam menghadapi setiap persoalan dalam belajar. Semangat untuk menghadapi hal-hal baru, sehingga kreativitas dapat berkembang. Sehingga setiap anak bangsa dapat mempunyai kesempatan yang sama serta berani bermimpi untuk menyambung estafet kepemimpinan negeri ini.***
Penulis adalah pemerhati pendidikan dan ketua Komunitas Menulis Ababil Aceh.
Artikel ini adalah opini penulis.
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp
Tinggalkan Balasan