“Kami sudah menempuh langkah-langkah sebagaimana diatur dalam UU 14/2008, dari mengajukan permohonan sampai keberatan. Namun, tidak ada tanggapan dari Kementerian Dalam Negeri. Karena sengketa informasi ini ruang lingkupnya dengan Badan Publik di pusat,” ujar Safar.
“Makanya, kami ajukan ke Komisi Informasi Pusat di Jakarta. Alhamdulillah, minggu depan telah dimulai persidangannya setelah teregistrasi pada Januari 2024 lalu,” tambah Safar.
Menurut Safar, dokumen hasil konsultasi Gubernur Aceh terhadap keputusan administratif pemerintah pusat harus dibuka ke publik. Hal ini penting agar masyarakat bisa ikut mengawasi kebijakan pembangunan di Aceh, apalagi menyangkut kewenangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Informasi tersebut, katanya, dianggap krusial karena berkaitan dengan pelaksanaan pasal 8 UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang mengatur konsultasi dan pertimbangan Gubernur atas kebijakan pemerintah pusat.
“Kebijakan administratif yang berkaitan langsung dengan Pemerintahan Aceh yang akan dibuat oleh Pemerintah dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan Gubernur. Namun, banyak kebijakan tersebut tidak dilakukan sebagaimana diatur dalam pasal 8 tersebut dan ini dapat merugikan Provinsi Aceh,” pungkas Safar. (*)
Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp