“Kalau ditetapkan hilal bisa dilihat di atas 4 derajat atau 6 derajat, maka akan lebih banyak perbedaannya. Nah tahun ini, di akhir Ramadan, posisi hilal sudah di atas 8 derajat, jadi harusnya hilal sudah bisa dilihat, tidak perlu sidang isbat,” jelas Mu’ti.

Lebih lanjut, Mu’ti menegaskan bahwa Muhammadiyah menggunakan hisab dalam menentukan puasa dan Idul Fitri sebagai bagian dari sunnah, bukan bid’ah. Dia pun mengutip ayat dan hadits yang mendukung penggunaan hisab.

“Dengan ilmu hisab, saat ini Muhammadiyah sudah menyusun kalender hingga 100 tahun ke depan,” kata Mu’ti.

“Jadi, hisab itu bukan bid’ah. Isyaratnya sudah ada di dalam Quran. Allah menciptakan matahari dan bulan itu agar umat mengetahui hitungan tahun dan hisab,” imbuhnya.

Mu’ti pun mengajak warga Muhammadiyah untuk melakukan gerakan sosial dengan berbagi kepada sesama di bulan Ramadan.

“Gerakan sharing, tapi bukan praktik karikatif, yang lebih banyak menonjolkan foto dan publikasi. Berbagi ini adalah investasi,” pinta dia.

Gerakan berbagi ini bisa meningkatkan pemberdayaan umat. “Berbagi tidak harus dengan memberikan santunan langsung tunai, tapi bisa juga dalam bentuk beasiswa, misalnya santunan tabungan anak-anak sekolah,” jelas Mu’ti.(*)