Pada perkembangannya, Hadits mengalami beberapa kali periode perkembangan, mulai dari kelahirannya sebagaimana pengertiannya yakni berasal dari Rasulullah, sampai kepada era modernisasi seperti saat ini. Periode perkembangan Hadits tersebut dapat di klasifikasikan kepada 5 periode sebagai berikut.

1. Periode Perkembangan Hadits di Masa Rasulullah SAW

Masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini disebut sebagai ‘Ashr Al-Wahyu wat Ta’win, yakni masa turunnya wahyu dan pembentukan masyarakat.

Keadaan transisi dari zaman Jahiliyyah menuju zaman Islamiyah ini sangat menuntut kehati-hatian dari Nabi dalam membimbing umat, dan kejelian sahabat dalam memahami wahyu dan hadits, dikarenakan sahabatlah yang menjadi pewaris pertama ajaran Islam bila Nabi telah tiada.

Pada masa ini, kebanyakan sahabat mengahafal Hadits diluar kepala. Dalam segi karakteristik penulisan, Nabi awalnya melarang penulisan Hadits.

Hal ini semata-mata kekhawatiran Nabi akan tercampurnya Al-Qur’an dengan Hadits, yang mana saat itu para sahabat masih sangat fokus menulis Al-Qur’an yang memang sedang turun berangsur-angsur. Namun, pada masa ini, ada beberapa sahabat yang tetap menulis Hadits dengan catatan pribadi dalam shahifah (lembaran-lembaran), hingga Nabi mengizinkan penulisan Hadits.

2. Periode Perkembangan Hadits di Masa Khulafa’ur Rasyidin

Masa selanjutnya dalam perkembangan Hadits adalah masa Khulafa’ur Rasyidin. Khulafa’ur Rasyidin adalah para Khalifah utama yang menjadi pemimpin Kaum Muslimin setelah wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Masa ini berlangsung di zaman pemerintahan Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Thalib, sekitar 11-40 Hijriyah.

Perkembangan Hadits pada masa Khulafa’ur Rasyidin ditandai dengan penyederhanaan periwayatan atau biasa dikenal dengan Taqlilur Riwayat. Hal ini dikarenakan pada masa Khulafa’ur Rasyidin, para Sahabat masih fokus dalam pemeliharaan penyebaran Al-Qur’an, sehingga periwayatan Hadits dipersingkat.

Pada masa Khulafa’ur Rasyidin penulisan sudah masuk ke fase harus disertai dengan sumpah dan saksi dari para sahabat ataupun yang mendengar Hadits tersebut langsung dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Adapun untuk model penulisannya tetap seperti pada masa Rasulullah, yaitu catatan pribadi dalam bentuk Shahifah.

Simak berita dan artikel lainnya di Google News dan ikuti saluran kami di Channel WhatsApp