Terakhir, beber Taqwaddin, perkara dengan jumlah paling rendah antara lain Perbuatan Tidak Menyenangkan, Penghinaan Terhadap Lambang Negara, Pertambangan Tanpa Izin, Mengedarkan Uang Palsu, Pengeroyokan yang Mengakibatkan Kematian, Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang, Penghancuran atau Pengrusakan Barang dan Kejahatan Terhadap Asal-Usul Perkawinan masing-masing sebanyak 1 perkara.
Sementara itu, dari 99 perkara perdata, 72 di antaranya merupakan perkara perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad), 15 perkara wanprestasi, 8 perkara objek sengketa tanah, 1 perkara penyerobotan, dan 3 perkara perdata lainnya.
“Selain itu, 36 perkara sisanya merupakan perkara tindak pidana korupsi,” sebut Taqwaddin.
Menurut Hakim Ad Hoc Tipikor ini, jumlah kasus tipikor yang terus naik menyaingi besaran perkara korupsi terbanyak yang pernah diterima PT Banda Aceh sejak lima tahun terakhir, yaitu pada tahun 2022 dengan jumlah 38 perkara.
Taqwaddin lalu menjelaskan, istilah resmi yang digunakan dalam KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) untuk penyelesaian upaya hukum banding adalah pemeriksaan tingkat banding.
Upaya permintaan banding tersebut dapat diajukan ke pengadilan tinggi baik oleh terdakwa atau oleh penuntut umum.
Permintaan banding tersebut diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir di persidangan.
“Hal ini sebagaimana ditentukan dalam Pasal 233 KUHAP,” kata Taqwaddin.(*)
Editor: Salman